KESETARAAN SEBUAH ALTERNATIF MENUJU KESEJAHTERAAN
Oleh : Charles Mazmur Sibuea
Bangsa Indonesia kini tengah merindukan seorang pemimpin. Pesimisme adanya setitik harapan akan terjadinya sebuah perubahan yang lebih transformatif kini menyelimuti bangsa yang terdiri dari kurang lebih 397 suku bangsa ini akibat terpaan badai krisis multidimensi yang telah membombardir hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat. Nampaknya, negeri ini sangat menantikan pemimpin yang berorientasi memimpin.
Pada umumnya pemimpin ialah laki-laki (patriarkhis). Akan tetapi, kemajuan zaman menjadi sebab pergeseran budaya, yang berakibat dinamika paradigma kepemimpinan ke arah pertimbangan core competence (yang dapat berdaya saing di pasar global). Oleh sebab itu banyak organisasi berkaliber dunia yang memberikan kesempatan bagi perempuan.
ALLAH menciptakan Laki-laki dan perempuan sama derajatnya. Karena laki-laki dan perempuan memang diciptakan segambar dan serupa ALLAH (Kej 1:26-28) serta keduanya diciptakan sepadan dengan laki-laki (Kej 2:18). Makna sepadan ialah supaya mereka dapat saling melengkapi dan bekerja sama.
Kedua insan ini memang diciptakan ALLAH pada waktu dan dengan biologis yang berbeda. Akan tetapi, IA memberikan penghormatan yang adil kepada keduanya. Kita dapat melihatnya pada Hukum Taurat kelima yang menetapkan penghormatan terhadap ayah dan ibu (Kel 20:12).
KRISTUS sendiri pernah mengimplementasikan kesetaraan pada kedua gender ini. Yaitu saat Ia mau berbicara dengan orang Samaria di depan umum (Yoh 4:27) dan mau menerima pengikut perempuan (Yoh 4:39) serta membela perempuan yang dibawa ahli-ahli Taurat bersama orang Farisi ketika Ia berada di Bait ALLAH (Yoh 8:6-11), meskipun yang Ia lakukan bertentangan dengan adat Yahudi.
Fakta menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang tajam antara gaya kepemimpinan perempuan dengan laki-laki. Walaupun ada sedikit perbedaan potensi kepemimpinan diantara keduanya akibat stereotipe negatif (yang lahir dari hasil pemikiran individu&kolektif akibat dari latar belakang Sosial dan Budaya, karakteristik pemahaman masyarakat terhadap kesetaraan gender serta pembangunan suatu Negara) tentang kepemimpinan dan mentalitas perempuan. Contohnya kita dapat melihatnya pada beberapa sosok. Yang pertama ialah Debora, seorang nabiah dan hakim yang memimpin Israel mengalahkan Raja Yabin dari Hazor (Hak 4&5). Yang kedua Ester, yaitu seorang Ratu yang menyelamatkan umat ALLAH dari tipu muslihat Haman (Est 1-5) dan yang terakhir ialah Hulda, nabiah yang menyadarkan Raja Yosia serta membaqa bangsa Israel kembali kepada TUHAN (II Taw 34:23-33;35:1-19).
Three in One Policy nampaknya menjadi stimulus yang solutif di Negara Dunia Ketiga pada era globalisasi dewasa ini. Akibat dari ketidakberdayaan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, sebagai bentuk totalitarisme Negara lewat hukum positif yang ingin mengatur suara hati dan virtus (keutamaan pribadi) warganya, menyelesaikan permasalahan kekerasan dan perdagangan manusia yang berbasis gender. Semoga Era demokrasi menjadi waktu untuk menjawab kegelisahan hati kita bersama yang dapat melahirkan Margaret Thatcher, Indira Gandhi dan Benazir Bhutto bagi bangsa ini sehingga mampu mengakhiri masa kegelapan kepemimpinan dan mampu membawa negeri ini menuju Indonesia yang kita cita-citakan bersama. Pastinya dengan kesetaraan sebagai solusi konkrit yang dapat digunakan menjadi sebuah alternatif menuju kesejahteraan. Seperti yang pernah dilontarkan oleh pemersatu bangsa ini, Ir.Soekarno, lewat penganalogiannya “Bahwa Laki-laki dan Perempuan ialah bak kedua belah sisi sayap dari seekor burung”. Merdeka… dan Tuhan Yesus Kristus Memberkati.
Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Angkatan 2007 FISIP UNPAD
0 comments:
Post a Comment