Beberapa bulan lalu, Universitas Brawijaya Malang mengeluarkan kebijakan yang menjadi perbincangan banyak pihak, terutama mahasiswa, yakni kebijakan SPP Progresif. Kebijakan SPP Progresif adalah kebijakan yang mengharuskan mahasiswa yang menempuh masa perkuliahan lebih dari 8 semester membayar SPP lebih tinggi dan akan semakin tinggi seiring masa perkuliahan yang semakin lama. Pada tahun ke-5, SPP akan bertambah 15%, kemudian bertambah 30% untuk tahun ke-6, dan bertambah 45% di tahun ke-7. Kebijakan ini mulai diberlakukan mulai tahun akademik 2012/2013 bagi mahasiswa angkatan 2008.
Sebagai reaksi atas kebijakan tersebut, muncul berbagai argumen, baik yang setuju dengan kebijakan tersebut, maupun (terutama) yang menentangnya dengan berbagai alasan. Melihat urgensi wacana tentang Kebijakan SPP Progresif, Persekutuan Mahasiswa Kristen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Padjadjaran (PMK FISIP UNPAD) mengambil topik tersebut dalam Diskusi Sosial Politik (Dispol) yang diadakan pada 8 Oktober 2012. Seperti dalam acara debat, mahasiswa yang datang dalam dispol dibagi ke dalam 2 tim, yakni tim “pro” dan tim “kontra” yang dibagi berdasarkan angka dalam questionnaire yang dibagikan. Masing-masing pihak mengutarakan argumennya terhadap kebijakan SPP Progresif yang diberlakukan Universitas Brawijaya.
Adu argumen antara pihak pro dan kontra cukup menegangkan. Secara garis besar pihak pro setuju terhadap kebijakan ini karena kebijakan ini mendorong dan memotivasi mahasiswa agar meraih prestasi yang baik di kampus, lulus tepat waktu, dan tentu saja memudahkan dalam mencari pekerjaan. Sedangkan pihak kontra berpendapat bahwa ada berbagai faktor yang membuat kelulusan seorang mahasiswa lebih dari 4 tahun, seperti prosedur kampus, nilai yang kurang objektif, kegiatan lain, masalah finansial, dan lain-lain. Selain itu, mahasiswa sebagai siswa yang ‘maha’ pada hakikatnya bukan hanya memiliki tugas untuk belajar, tetapi juga berkontribusi untuk masyarakat dan itu dapat diwujudkan dengan aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi agar mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa tidak hanya pintar secara akademis tetapi juga memiliki jiwa kepemimpinan dan soft skill lainnya yang didapat di luar kampus.
Dispol yang menarik ini pun terpaksa harus diakhiri karena keterbatasan waktu. Perdebatan pro dan kontra terhadap kebijakan SPP Progresif ini tentu tidak ada habisnya karena masing-masing pihak memilki argumennya masing-masing dan argumen tersebut tidak ada yang salah, tergantung perspektif kita memandangnya. Sebagai kesimpulan, penulis menyimpulkan bahwa kita sebagai mahasiswa memang tidak seharusnya hanya kuliah-pulang kuliah-pulang (kupu-kupu), maupun kuliah-rapat kuliah-rapat(kura-kura), melainkan keduanya harus seimbang agar kita memiliki prestasi akademis yang bagus tetapi tetap memiliki soft skill yang didapat dari kegiatan eksternal kampus. Dan inilah yang akan menjadi topik dispol berikutnya, yakni “Kura-kura Vs Kupu-Kupu” pada tanggal 29 Oktober pukul 16.30 bertempat di Gedung C201. Pastikan kalian semua hadir agar dapat menjadi mahasiswa yang bijak! Tuhan memberkati!
*Ditulis oleh : Riyanti Teresa Gunadi (Div.Sospol) / HI 2011
0 comments:
Post a Comment