.quickedit{ display:none; }

"Non Active"

 

Saturday, February 19, 2011

Menulis: Sebuah Beban Sejarah

0 comments

Menulis: Sebuah Beban Sejarah
Oleh Otniel Rony Pati Meliala*







Seorang dosen di kampus pernah berkata, ”Bangsa China adalah bangsa yang besar, mereka dapat merunut sejarah bangsa mereka sampai lima ribu tahun ke belakang dengan dokumen-dokumen yang berbentuk tulisan.” Kemudian ditambahkan, ”Dengan itu mereka dapat berdiri tegak dan menunjukkan diri sebagai bangsa yang sudah beradab sejak dahulu kala.” Sampai saat ini bangsa China masih dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban tinggi. Tidak lain dan tidak bukan adalah karena sumber-sumber tulisan yang mereka miliki.
Lalu apa yang terjadi dengan Indonesia? Gubernur Jenderal Raffles pernah berkata bahwa tidak ada orang yang lebih mengerti tentang Jawa daripada dirinya. Ya, dia mengerti tentang Jawa karena dia memiliki dokumen-dokumen yang sangat lengkap tentang pulau ini—yang pada masa penjajahan menjadi pusat pemerintahan kolonial. Dokumen-dokumen asli bangsa kita, yang menjelaskan tentang keadaan bangsa ini, seluk beluk kehidupan masyarakat Indonesia masa dulu, kearifan-kearifan lokal masyarakat kita, sudah habis dibawa oleh penjajah ke tempat asalnya. Alhasil, kita ingin belajar tentang sejarah Indonesia yang lengkap kita harus mengunjungi perpustakaan-perpustakaan di Belanda.
Bung Karno pernah menyebutkan “Jas Merah” dengan lantang. Kata itu merupakan singkatan dari “JAngan Sekali-kali MElupakan sejaRAH”. Kemudian timbul pertanyaan, Bagaimana caranya melupakan sejarah, bahkan mengenalnya pun tidak? Mungkin sangat sedikit bahan sejarah tentang Indonesia yang luas dan kompleks dalam buku Sejarah Nasional Indonesia terbitan Balai Pustaka, yang enam jilid itu. Ya, masih kalah pastinya dengan sejarah China yang mereka bisa susun selama lima ribu tahun itu.
Kita tidak dapat memungkiri bagaimana besarnya pengaruh tulisan dalam kehidupan. Hampir semua pemberontakan-pemberontakan besar di dunia terjadi karena sang pemimpin mencekoki mereka dengan tulisan-tulisan. Filsuf-filsuf besar dunia masih dikenal juga karena ada sumber tulisan dari buah pemikiran mereka. Tak lupa agama-agama besar di dunia masih bertahan sampai saat ini juga karena adanya sumber tulisan yang menjadi acuan berbakti bagi para pengikutnya.
Sudah seharusnya dan sepatutnya kita yang hidup di dan dari sumber daya—baik alam maupun manusia—Indonesia  menuliskan sejarah perjalanan bangsa ini. Menjadi tanggung jawab bagi generasi yang dahulu untuk menceritakan sejarah kepada generasi sekarang, generasi sekarang ke generasi yang akan datang, dan seterusnya. Ya, kita sendiri yang harus menuliskannya. Kita akan dapat membangun bangsa ini dengan mengetahui dan mengerti tentang bangsa ini. Generasi setelah kita memerlukan banyak data-data, dokumen-dokumen yang bisa menjadi pelajaran bagi mereka untuk mengerti permasalahan bangsa ini untuk kemudian menjadi berkat melalui penyelesainnya—dan itu harus datangnya dari tulisan-tulisan yang kita buat.


*Penulis adalah mahasiswa jurusan Hubungan Internasional angkatan 2007

0 comments:

Post a Comment